Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7.465.599 orang per Agustus 2024.
Dari total tersebut, 11,28% atau sekitar 842.378 orang merupakan sarjana pengangguran, yang terdiri dari lulusan D4, S1, S2, dan S3. Angka ini menunjukkan peningkatan yang signifikan, dua kali lipat dibandingkan satu dekade lalu.
Data BPS menunjukkan bahwa pada Februari 2013, jumlah sarjana pengangguran hanya mencapai 425.042 dari total 7.240.897 pengangguran, atau sekitar 5,87%.
Namun, angka ini meningkat drastis, mencapai puncaknya pada Februari 2019 dengan persentase 12,41%. Saat ini, pada Februari 2024, persentase sarjana pengangguran kembali mendekati angka tersebut, yaitu 12,12%.
Menurut Delfia Tanjung Sari, pengamat ekonomi sumber daya manusia dari Universitas Andalas, salah satu penyebab utama meningkatnya jumlah sarjana pengangguran adalah kecenderungan lulusan untuk memilih pekerjaan.
“Setelah tamat, biasanya mereka langsung menginginkan pekerjaan tertentu dan cenderung milih-milih,” ungkap Delfia, seperti dilansir dari goodstats.id.
Di sisi lain, Menteri Tenaga Kerja RI, Ida Fauziyah, menyoroti masalah ketidaksesuaian antara pendidikan tinggi dan kebutuhan pasar kerja.
“Kita masih punya PR bahwa jumlah pengangguran lulusan sarjana dan diploma masih di angka 12 persen karena tidak adanya link and match,” ujarnya.
Meningkatnya jumlah sarjana pengangguran tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada perekonomian dan masyarakat secara keseluruhan.
Pengangguran yang tinggi dapat menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, dampak psikologis dari pengangguran juga tidak bisa diabaikan, dengan banyak sarjana yang merasa frustrasi dan kehilangan harapan.
Menteri Tenaga Kerja mengusulkan program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) sebagai salah satu solusi untuk mengurangi kesenjangan antara lulusan perguruan tinggi dan permintaan pasar kerja.
“Dengan program pemagangan yang dilakukan, anak-anak sudah dipersiapkan siap kerja sebelum lulus,” ujarnya.
Pendidikan yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan industri juga sangat penting. Perguruan tinggi perlu berkolaborasi dengan industri untuk memastikan kurikulum yang diajarkan sesuai dengan kebutuhan pasar.
Meningkatnya persentase sarjana pengangguran di Indonesia adalah masalah kompleks yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak.
Dengan memahami penyebab dan dampak dari fenomena ini, serta menerapkan solusi yang tepat, diharapkan angka pengangguran di kalangan sarjana dapat berkurang.
Program-program seperti MBKM dan peningkatan kualitas pendidikan menjadi langkah penting untuk menciptakan lulusan yang siap kerja dan mengurangi kesenjangan antara pendidikan dan dunia kerja.***
Sumber : goodstats.id