Merka yang di Hongkong
Sejumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Hong Kong tidak hanya bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, tetapi juga berusaha meningkatkan kualitas hidup melalui pendidikan.
Dengan memilih Universitas Terbuka (UT), banyak dari mereka berhasil menyelesaikan pendidikan tinggi secara jarak jauh. Bahkan, beberapa PMI berhasil lulus dengan predikat cum laude dan menjalani wisuda di Hong Kong, seperti yang disampaikan oleh Konsul Jenderal RI di Hong Kong, Yul Edison.
Tidak hanya Universitas Terbuka, PMI di Hong Kong juga memanfaatkan Binus MOOC (Massive Open Online Courses). Program ini memungkinkan mereka yang tidak lulus SMA tetapi memiliki Kejar Paket C diakui riwayat belajarnya dan masuk dalam Sistem Kredit Semester (SKS).
Menurut Prof. Harjanto Prabowo, mantan rektor Binus University, kurang dari 20 orang PMI di Hong Kong mengambil program ini dengan biaya kuliah online yang relatif terjangkau.
Standar gaji PMI yang bekerja di sektor domestik di Hong Kong mulai dari HKD 5.000 (Rp 10,4 juta) hingga HKD 7.000 (Rp 14,6 juta) per bulan. Meski tergolong rendah untuk standar Hong Kong, gaji ini cukup menghidupi mereka tanpa harus mengeluarkan biaya sewa tempat tinggal karena peraturan mewajibkan majikan memberi tumpangan bagi PMI di rumahnya.
Jadi Pemetik Buah
Pilihan bekerja di luar negeri juga diambil oleh Raka Kristiyadi dan Pinkan Lydia Christien yang bekerja sebagai pemetik buah di Inggris. Dengan pengalaman kerja di sektor keuangan dan sebagai moderator konten TikTok, Raka memilih bekerja musiman di perkebunan Inggris karena pertimbangan finansial. Gaji dalam mata uang poundsterling menjadi faktor utama yang mendorong keputusannya.
Pinkan Lydia Christien, yang sudah pernah bekerja sebagai pemetik buah pada tahun 2022, kembali ke Inggris pada tahun 2024 dengan persyaratan yang lebih ketat, termasuk tes bahasa Inggris dan pengetahuan pertanian. Menurut Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), biaya penempatan PMI di Inggris kurang dari Rp 40 juta, lebih rendah dibandingkan tahun 2022.
PMI di Inggris bekerja selama enam bulan dengan gaji £11.44 (Rp 225 ribu) per jam, sesuai standar upah minimum setempat. Namun, gaji ini belum dipotong pajak pendapatan, biaya makan, tinggal, transportasi, dan kebutuhan pribadi. PMI juga harus mematuhi aturan kembali ke negara asal setelah izin kerja berakhir setiap periodenya.
Gaji Pekerja Kerah Biru Lebih Tinggi dari Kerah Putih?
Menurut Forbes, gaji pekerja kerah biru dapat lebih tinggi daripada gaji pekerja kerah putih. Di rentang terbawah, pekerja kerah biru seperti kasir, petugas layanan makanan, dan petugas kebersihan dapat menghasilkan USD 15 ribu – USD 35 ribu (Rp 245 juta – Rp 571 juta) per tahun.
Rentang menengah mencakup pengemudi truk, tukang ledeng, dan teknisi listrik dengan gaji USD 35 ribu – USD 55 ribu (Rp 571 juta – Rp 898 juta) per tahun. Sementara itu, pekerja kerah biru dengan rentang gaji tertinggi, seperti teknisi nuklir dan operator sistem pompa minyak, bisa mendapatkan lebih dari USD 100 ribu (Rp 1,6 miliar) per tahun.
Pekerja kerah putih, seperti pengacara dan software engineer, memang bisa mendapatkan gaji yang tinggi, terutama di level senior.
Namun, tingginya permintaan akan pekerja domestik di kawasan berpajak rendah meningkatkan gaji pekerja kerah biru setempat. Contohnya, housekeeper berpengalaman di Florida bisa mengantongi gaji USD 150 ribu per tahun.
Gen Z Pilih Pekerjaan Kerah Biru?
Fenomena Generasi Z yang memilih pekerjaan kerah biru dibandingkan kerah putih semakin marak. Berdasarkan survei Intelligent yang dilansir oleh Forbes, sekitar 32% responden Generasi Z berencana bekerja di pekerjaan kerah biru.
Pandemi COVID-19 turut mempengaruhi perubahan perspektif ini, dengan banyak Generasi Z menyadari kesulitan ekonomi dan memilih pelatihan serta magang sebagai alternatif lebih murah dibanding kuliah empat tahun.
Pekerjaan kerah biru seperti teknisi listrik, ledeng, dan teknisi otomotif menjadi pilihan realistis bagi Generasi Z yang ingin menghindari jebakan keuangan dari pinjaman pendidikan.
Sumber : Detik