Menu

Mode Gelap

Editor's Pick WIB ·

Pembukaan Penempatan ke Arab Saudi, Lebih Banyak Mudarat atau Manfaatnya?


 Pembukaan Penempatan ke Arab Saudi, Lebih Banyak Mudarat atau Manfaatnya? Perbesar

Oleh : KARNAKA – Direktur Binamandiri

 

Pada 14 Maret 2025, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, mengumumkan bahwa Kemen-P2MI akan membuka kembali penempatan bilateral ke Arab Saudi.

Rencananya, akan ada 400 ribu penempatan untuk sektor domestik / Pembantu Rumah Tangga (PRT) dan 200 ribu untuk sektor formal.

Peluang penempatan PRT sebesar 400 ribu ini menimbulkan pertanyaan, terutama mengingat pernyataan sebelumnya dari pemerintah terkait rasa malu mengirim pekerja ke luar negeri untuk pekerjaan domestik.

Pada tahun 2015, Presiden menyatakan rasa malu terkait pengiriman pembantu ke luar negeri (Merasa Malu, Indonesia Stop Kirim Pembantu ke Luar Negeri), dan Gubernur Jawa Timur juga merasakan hal serupa (Gubernur Jatim Malu Hanya Kirim Babu).

Sejak 2015, Kementerian Tenaga Kerja telah diminta untuk membuat roadmap terkait penghentian pengiriman TKI PRT (Kemenaker Susun Roadmap Penghentian Pengiriman TKI PRT), namun hingga kini belum ada kejelasan mengenai rencana tersebut.

Menteri P2MI pada Hari Migran Internasional, 18 Desember 2024, di Hotel Bidakara, menyampaikan bahwa pemerintah akan mempertimbangkan kembali manfaat dan mudarat dari pembukaan penempatan ke Arab Saudi. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah manfaatnya benar-benar lebih besar daripada mudaratnya?

 

Kilas Balik 2015

Pada 14 April 2015, Pemerintah Arab Saudi secara tiba-tiba (tanpa pemberitahuan resmi kepada Pemerintah Indonesia) mengeksekusi mati Siti Zaenab, seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Bangkalan, Madura.

Halimah memegang poster keadilan untuk Siti Zainab menunggu kabar resmi mengenai hukuman mati adiknya itu di Bangkalan. foto: Metrotvnews (Agus Josiandi)

Siti Zaenab dihukum karena membunuh majikan wanitanya pada tahun 1998, dalam upaya membela diri dari penyiksaan (Kronologi Siti Zaenab hingga Dihukum Mati di Arab Saudi).

Setelah kejadian tersebut, Menteri Tenaga Kerja saat itu, Hanif Dakiri, menerbitkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 260 Tahun 2015 (Kepmenaker 260/2015) yang memberlakukan moratorium penempatan TKI di sektor pekerja domestik di 19 negara Timur Tengah.

Sejak saat itu, berbagai negara Timur Tengah, terutama di wilayah GCC (Arab Saudi, Kuwait, UAE, Qatar, Bahrain, dan Oman), melakukan lobi untuk mencabut keputusan tersebut.

Pemerintah Indonesia tetap pada pendiriannya hingga pengumuman pada 14 Maret 2025 bahwa moratorium akan dicabut khusus untuk Arab Saudi dalam kerangka bilateral.

 

Mengapa Arab Saudi?

Pencabutan moratorium penempatan PMI sektor domestik ke Arab Saudi menimbulkan pertanyaan. Keputusan ini hanya berlaku untuk Arab Saudi, tidak termasuk 18 negara lainnya.

Alasan awal moratorium adalah eksekusi mati Siti Zaenab oleh Pemerintah Arab Saudi. Anehnya, pencabutan moratorium ini justru hanya berlaku untuk negara tersebut.

Ada banyak alasan yang menunjukkan bahwa pencabutan moratorium ini lebih banyak menimbulkan mudarat.

Hingga saat ini, Pemerintah Saudi masih menerapkan Sistem Kafala, yang sering disebut sebagai sistem perbudakan modern (Arab Saudi reformasi sistem kafala yang disebut ‘kebijakan perbudakan’, buruh migran ‘bekerja 24 jam hingga berniat bunuh diri’).

Dalam sistem ini, pekerja terikat pada majikan dan tidak dapat pindah kerja, mengundurkan diri, atau pulang tanpa izin majikan.

Qatar dan UAE telah mereformasi peraturan ketenagakerjaan mereka menjadi lebih moderat, sehingga seharusnya menjadi prioritas untuk pencabutan moratorium.

Tidak seperti Oman dan Kuwait yang secara tegas tidak menerbitkan visa pekerja domestik untuk Indonesia sesuai dengan Permenaker 260/2015, Arab Saudi, UAE, dan Qatar masih menerbitkan visa pekerja domestik.

Akibatnya, penempatan unprosedural masih marak terjadi. Bahkan, pada tahun 2022, penulis melihat 43 PMI yang akan bekerja sebagai PRT di Riyadh melalui penerbangan dari Filipina.

Hal ini mengindikasikan adanya pengaturan di bandara yang seharusnya menegakkan Permenaker 260/2015.

Masalah kekerasan terhadap PMI PRT terus meningkat di Arab Saudi, berbeda dengan Oman dan Kuwait yang mengalami penurunan.

Saat ini, terdapat sekitar 160 PMI bermasalah di shelter KBRI Riyadh, yang hanya berkapasitas 100 orang (Nasib Pekerja Migran, Bertahun-tahun Tak Digaji hingga Jadi Korban Kekerasan). Jumlah sebenarnya diperkirakan jauh lebih tinggi, mencapai puluhan ribu orang.

Penerbitan visa adalah hak kedaulatan suatu negara. Namun, jika Arab Saudi dapat mendukung Permenaker 260/2015 seperti Oman dan Kuwait, Pemerintah Indonesia akan lebih menghargai dan memprioritaskan pencabutan moratorium.

Pemerintah Indonesia, melalui Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI), telah mengupayakan program penempatan percontohan ke Arab Saudi melalui Mega Recruitment atau Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK).

Dalam program ini, APJATI bertindak sebagai P3MI dan Asosiasi Agen Tenaga Kerja Arab Saudi bertindak sebagai agensi, dengan tujuan mengambil alih Sistem Kafala. Dengan demikian, asosiasi memiliki hak untuk melindungi PMI jika terjadi masalah.

Pada 25 Juni 2023, 31 PMI domestik (dari 100 PMI yang dilepas) ditempatkan ke Arab Saudi setelah 8 tahun moratorium (Menaker Lepas 100 Pekerja Migran Program SPSK ke Arab Saudi). Namun, setelah itu, tidak ada kabar atau evaluasi lebih lanjut.

 

Mengapa Banyak Masalah?

Salah satu faktor adalah karakter sebagian masyarakat Arab yang cenderung keras. Selain itu, pekerja domestik rentan terhadap kekerasan karena bekerja di lingkungan rumah yang sulit diakses oleh publik.

Mereka bekerja 24 jam sehari, 7 hari seminggu, sehingga rentan terhadap kekerasan dan eksploitasi. Potensi ini lebih besar di Arab Saudi karena adanya Sistem Kafala.

Konflik dapat terjadi karena perbedaan budaya dan lingkungan kerja. Berbeda dengan pekerja pabrik atau PRT live-out yang memiliki batasan interaksi dengan majikan, PRT yang tinggal di rumah majikan lebih rentan terhadap masalah.

 

Apa Manfaatnya?

Sejauh ini, lebih banyak mudarat yang terlihat. Lalu, apa manfaatnya?

Gaji PRT di Arab Saudi tidak terlalu tinggi, hanya sekitar SAR 1200 atau sekitar 4,9 juta rupiah (Update Gaji TKW Arab Saudi 2024 Bisa Sampai 3000 Riyal, Begini Ketentuannya Sesuai UU Ketenagakerjaan Terbaru).

Angka ini lebih rendah dibandingkan gaji di Karawang-Bekasi yang mencapai 5,2 juta, atau di Taiwan dan Yunani yang bisa mencapai 10 juta hingga 17 juta.

Arab Saudi menjanjikan 400 ribu lowongan pekerjaan domestik karena populasinya yang besar, yaitu 33 juta jiwa. Dibandingkan dengan Hong Kong yang hanya memiliki 7,5 juta penduduk dengan 99 ribu penempatan, jumlah lowongan yang ditawarkan tidak terlalu signifikan.

Meskipun angkatan kerja Indonesia didominasi oleh lulusan SD ke bawah (Profil Ketenagakerjaan Umum Agustus 2023), mengirim PMI dengan pendidikan rendah ke luar negeri memiliki risiko tinggi. Seharusnya, mereka diberikan pelatihan dan peningkatan keterampilan agar memiliki nilai tambah.

Apakah mudarat yang ada sebanding dengan potensi pendapatan devisa sebesar 31 triliun rupiah dari penempatan 400 ribu PRT?

Lalu, apa lagi yang bisa diharapkan sebagai manfaat lebih, mengingat Pak Menteri menyatakan bahwa akan mempertimbangkan manfaat dan mudaratnya sebelum membuka moratorium penempatan ke Arab Saudi?

Selain itu, Pak Menteri juga menyampaikan bahwa akan ada integrasi data antara Pemerintah Arab Saudi dan Pemerintah Indonesia. Dengan adanya integrasi ini, diharapkan PMI yang bekerja secara unprosedural, yang diperkirakan mencapai 25.000 orang per tahun, tidak akan bisa masuk ke Arab Saudi. (Sumber: Fakta Mencengangkan, 25 Ribu WNI per Tahun Bekerja Ilegal di Arab Saudi).

SPSK yang dilaksanakan kemarin belum dievaluasi, padahal penempatan perdana tersebut seharusnya dapat memberikan gambaran apakah memang ada integrasi data yang efektif.

Jika alasan untuk mencegah penempatan unprosedural sebanyak 25.000 orang per tahun, maka pernyataan tersebut menunjukkan bahwa penegakan hukum di Indonesia, khususnya di bandara, sangat memprihatinkan.

Bagaimana mungkin bisa meloloskan 25.000 orang dalam setahun, atau sekitar 70 orang per hari?

Hal ini tidak mungkin terjadi tanpa adanya dukungan dari petugas bandara. Identifikasi terhadap orang-orang yang berpotensi melakukan penempatan unprosedural seharusnya tidaklah sulit.

Jadi, pernyataan Pak Menteri hanya menasbihkan bahwa pemerintah pun tidak mampu mengatasi buruknya penegakan hukum di bandara-bandara Indonesia.

Apakah mudarat yang disampaikan di atas dapat dibenarkan dengan potensi pendapatan devisa yang dikatakan bisa mencapai 31 triliun rupiah dari penempatan 400 ribu PRT?

Atau adakah kesepakatan lain dari Arab Saudi yang “mungkin” dapat membantu Indonesia?

Sebab, yang banyak diberitakan adalah UAE yang membangun jalan tol dan baru-baru ini mengucurkan USD 50 juta untuk reforestasi, sementara Qatar membantu membangun 1 juta rumah.

Tidak banyak terdengar bantuan dari Arab Saudi. Namun, baik UAE maupun Qatar tidak mendapatkan “karpet merah” untuk pencabutan moratorium seperti yang diberikan kepada Arab Saudi.

Sekali lagi, kita hanya bisa berkata, Wallahu A’lam Bishawab.

Pastinya, pencabutan moratorium ini didukung penuh oleh ASPATAKI (Aspataki Sebut Pencabutan Moratorium Penempatan PMI ke Timur Tengah Menuai Banyak Dukungan), di mana 70% industri penempatan PMI adalah penempatan PRT, seperti yang disampaikan oleh Wamen Kemen-P2MI Dzulfikar Ahmadi Tawalla.***

Artikel ini telah dibaca 33 kali

Baca Lainnya

Job Fair Jakarta: Lowongan Melimpah, Tapi Pengangguran Tak Juga Berkurang

24 March 2025 - 13:55 WIB

Dibutuhkan Sopir Taxi, Dapat Akomodasi & Gaji per Jam-nya Tinggi

24 March 2025 - 13:18 WIB

Di Tengah Badai PHK, Lulusan Sarjana dan Diploma Rela Jadi Sopir dan ART

21 March 2025 - 13:35 WIB

KAI Services Buka Lowongan Kerja untuk Angkutan Lebaran 2025, Umur 45 Bisa Daftar

21 March 2025 - 09:03 WIB

ilustrasi pramugari kereta api (kai.id)

Menaker: 278.984 Lowongan Kerja Luar Negeri Tersedia

20 March 2025 - 14:30 WIB

Gratis! Dibutuhkan 200 Orang Wanita untuk Kerja di McDonald’s Kuwait

20 March 2025 - 11:37 WIB

Trending di Lowongan Kerja