Oleh : KARNAKA – Direktur Binamandiri Group
Bukan menjadi rahasia lagi bahwa untuk mendapatkan pekerjaan, seseorang harus memiliki koneksi, tetapi selain itu, juga harus ada uang!
Aneh memang, membutuhkan pekerjaan tetapi harus membayar, membayar untuk mendapatkan pekerjaan!
Pembayaran untuk pekerjaan dalam konteks ini bukanlah membayar jasa mediator seperti Binamandiri untuk memfasilitasi agar bisa bekerja, melainkan membayar pekerjaan itu sendiri.
Meskipun ada calon pekerja yang tidak memenuhi syarat atau ada yang lebih baik, tetapi Anda mendapatkan pekerjaan karena membayar.
Namun, hal ini terjadi, dan itu adalah realitas. Fenomena ini terlihat terutama di kalangan masyarakat India, Nepal, Bangladesh, dan wilayah Asia Selatan lainnya.
Mengapa demikian? Karena masyarakat di wilayah Asia Selatan sangat ingin meninggalkan negara mereka untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik dan, terlebih lagi, untuk bisa hidup di negara yang lebih nyaman dan membawa seluruh generasi mereka.
Seperti yang mungkin Sahabat Binamandiri pahami, India yang berpenduduk 1,3 miliar menghadapi permasalahan kebersihan yang sangat akut, sehingga negara tersebut mungkin tidak layak untuk ditinggali. Oleh karena itu, bekerja di negara yang bersih dan nyaman menjadi harapan utama.
Karena hal ini, mereka rela membayar berapa pun untuk bekerja di negara-negara Eropa dan Timur Tengah.
Untuk bekerja di Eropa, harga yang harus dibayarkan berkisar antara EUR 500 hingga EUR 7.500, bahkan EUR 10.000, tergantung pada tingkat perekonomian negara Eropa tersebut.
Sementara itu, untuk Timur Tengah, harga per pekerjaan berkisar antara USD 500 hingga sekitar USD 2.000.
Di Asia Tenggara, orang Vietnam adalah pencari kerja yang siap membayar berapa pun untuk dapat bekerja di luar negeri, terutama di Taiwan.
Konon, pekerja Vietnam siap membayar USD 5.000 (atau 75 juta) dan dibawa tunai untuk dibayarkan ketika mendarat di Taiwan.
Perlu diingat bahwa ini HANYA membayar pekerjaan, tidak termasuk biaya agen, biaya visa, tiket, dan biaya lain-lain yang memang menjadi beban bagi pencari kerja.
Sehingga, jika dihitung total biaya, misalkan ke Rumania, harga pekerjaan adalah EUR 1.300 (permintaan yang baru ditolak oleh Binamandiri dari agensi Rumania), maka perkiraan biaya adalah sebagai berikut:
- Pembelian pekerjaan : EUR 1.300
- Biaya agen (1 bulan gaji) : EUR 550
- Visa dan dokumen pendukung : EUR 500
- Tiket : EUR 700
Total biaya : EUR 3.050 (IDR 51 juta) untuk gaji IDR 9 juta.
Akan lebih murah 21 juta rupiah jika tanpa membayar pekerjaan.
Bagaimana dengan Indonesia?
Pengalaman saya menunjukkan bahwa Indonesia, sama seperti Filipina, sebisa mungkin berusaha untuk tidak membayar lebih.
Pekerja migran Indonesia tidak se-terpaksa itu untuk bekerja ke luar negeri, terutama jika harus membayar sekian puluh juta hanya untuk mendapatkan pekerjaan.
Berbeda dengan India dan Vietnam yang akan membayar berapa pun untuk bekerja ke luar negeri. Filipina memiliki banyak alternatif untuk bekerja di luar negeri, karena tenaga kerja Filipina sangat terkenal dan disukai oleh perusahaan di mayoritas negara di luar negeri karena kemampuan bahasa Inggrisnya.
Namun, tentu tidak sedikit juga calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang diiming-imingi untuk bekerja ke luar negeri dengan sejumlah uang yang sangat besar dan tidak sebanding dengan gaji per bulan, dan mereka tetap mau selama bisa bekerja.
Jadi, sekali lagi, kembali kepada CPMI; bisakah mereka berhitung antara modal untuk bekerja ke luar negeri dan gaji yang akan diterima?
Kemudian, ke mana sih biaya pekerjaan itu?
- Bisa jadi, pemilik pabrik atau perusahaan yang meminta, untuk penghasilan tambahan dan mungkin sebagai jaminan jika pekerja kabur.
- Bisa jadi, pihak agen di luar negeri yang menerima uang tersebut, mungkin untuk pendapatannya karena tidak dibayar oleh pihak pengguna di luar negeri, atau mungkin untuk menambah pendapatan.
Namun, yang pasti, uang tersebut hampir dipastikan dibayarkan ke luar negeri.
Legal kah membayar pekerjaan tersebut?
Di negara-negara tertentu seperti Australia, Belanda, Austria, dan sebenarnya di sebagian besar negara Eropa, adalah ilegal untuk membayar pekerjaan. Namun, sehebat-hebatnya peraturan, tergantung kepada manusianya.
Di Indonesia sendiri, tidak ada aturan tersebut dalam UU 18/2017, meskipun ada pasal 30 yang menyatakan bahwa pencari kerja tidak dapat dibebankan biaya penempatan.
Namun, biaya penempatan masih ditentukan (jadi tidak semua biaya itu gratis) – jadi belum tentu zero cost.
Pada pasal 72, yang ilegal adalah menarik biaya kepada CPMI yang biayanya sudah dibayarkan oleh pemberi kerja (double charges).
Sementara itu, membayar pekerjaan tidak dibayarkan oleh pengguna, sehingga di Indonesia tidak melanggar aturan bila membebankan biaya pekerjaan kepada CPMI.
Bingung kan, memahami UU 18/2017?
Kembali ke masalah etik dan kelayakan
Selanjutnya, untuk Indonesia, kembali kepada perusahaan penempatan pekerja migran (P3MI); apakah mereka mau mengambil pekerjaan berbayar? Seberapa butuhkah mereka terhadap pekerjaan berbayar sampai harus diambil?
Karena berapa puluh juta atau mungkin ratusan juta pun membayar pekerjaan, P3MI tidak akan mengalami kerugian, bahkan mungkin mendapatkan keuntungan (walaupun tidak langsung secara finansial) untuk mengambil pekerjaan berbayar.
Pekerjaan berbayar tersebut yang membuat P3MI tetap beroperasi. P3MI hanya bertindak sebagai perantara untuk membayar pekerjaan dari CPMI.
Yang menjadi korban hanyalah CPMI, karena satu-satunya sumber uang untuk membayar keseluruhan biaya, termasuk membayar pekerjaan adalah dari CPMI itu sendiri.
Namun, itulah hukum pasar; ada permintaan/kebutuhan dan ada penawaran. Ada penawaran dari luar negeri dengan harga yang tidak masuk akal, di sisi lain P3MI memiliki kebutuhan untuk menjalankan perusahaan mereka; di sisi lain, ada CPMI yang membutuhkan pekerjaan dan ada penawaran dari P3MI untuk bekerja ke luar negeri dengan biaya yang tidak masuk akal.
Karena hukum pasar tersebut, ada persaingan harga dari Taiwan (karena merupakan negara penempatan utama) yang melihat Indonesia membutuhkan banyak pekerjaan baru, maka harga untuk membayar pekerjaan pun naik secara drastis hingga mencapai NTD 120.000 (60 juta)!
Jika mengikuti pasar, tinggal selangkah lagi harga menjadi NTD 150.000 (75 juta)!
Karena fenomena tersebut, baru-baru ini telah terjadi kesepakatan antar beberapa P3MI agar maksimal pembayaran pekerjaan di Taiwan adalah NTD 70.000 atau IDR 35 juta (NTD 1 = IDR 500). Sehingga, dengan membayar pekerjaan tersebut, biaya yang harus dibayarkan CPMI untuk bekerja ke Taiwan adalah:
- Pembelian pekerjaan: NTD 70.000
- Potongan resmi Taiwan: NTD 78.400
- Biaya proses: NTD 50.000
Total biaya: NTD 198.200 (+ IDR 100 juta) untuk gaji NTD 27.470/bulan (± Rp 13.488.374).
Apakah ini layak? Apakah etis membayar hampir 100 juta untuk gaji sekitar 13 juta/bulan?
Memang tidak melanggar, memang tidak dilarang. Sekali lagi, etiskah jika menarik 100 juta untuk gaji 13 juta/bulan? Layakkah membayar 100 juta untuk gaji 13 juta/bulan?
Jika mungkin seperti Kanada yang bisa membawa keluarga dan mendapatkan fasilitas layaknya orang Kanada, mungkin masih layak; tetapi jika hanya untuk bekerja selama 3 tahun saja?
Kembali kepada P3MI, apakah mereka memang segitunya untuk menjalankan usaha dengan membayar berapa pun yang diminta untuk mendapatkan pekerjaan, dan akhirnya yang menanggung adalah CPMI?
Apakah memang segitu terpaksanya CPMI membayar untuk sebuah pekerjaan yang tidak permanen?
Kembali kepada nurani masing-masing.
Be a smart worker, for a better future.